Dilautan hikmah kalamMU lirih hatiku bergetar mengeja alif-lam-mimMU ditelaga bijak IqroMU angin malas bergerak malam-malam serasa berhenti diluas langit malamMU lukisan bulan melengkung sabit goresan bintang mengerjap mengalunkan meldi harmoni diantara kerlip cahaya tangan kecil ini menengadah hanya padaMU disetiap menit yang berlalu
Mengenai Saya
- Arie Aziz
- Berusaha untuk dapat menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Selamat datang di blog saya..... moga bisa menambah motifasi bagi kita untuk lebih mencintai Sang Kholik...dan mengaplikasikan dalam tiap tarikan nafas, saya hanyalah manusia biasa, tulisan disini merupakan hasil dari berbagai sumber, apabila bermanfaat silahkan di copy paste tanpa harus di sertai sumbernya. dengan maksud saling berbagi moga dapat bermanfaat dan mendapat Ridhonya.
Minggu, 06 Juni 2010
Perjuangan Seorang Ibu dan Nenek ( Nenekku di Desa Sumberjo Bleboh Jiken Blora)
Beberapa waktu yang lalu aku chatting dengan seorang kawan lama. Bermula dari penuh canda tawa sampai haru biru. Kawan itu bercerita tentang hidupnya dulu yang bisa dibilang sangat sulit, tentang perjalanan panjangnya sampai hidupnya sekarang yang berkecukupan. Menilik lagi ke belakang semua yang dicapainya sekarang tidak akan dapat terwujud tanpa pengorbanan seorang ibu. Kisah hidup yang sangat menyentuh karena cerita tentang ibunya sangat mirip dengan nenekku.
Aku jadi ingat dengan do’e ( Nenek, dari kata wedok = perempuan. Do’e = nenek perempuan , kalau kakek = nange = laki – laki jadi nange = kakek laki – laki) - begitu aku memanggil nenekku. Aku memang dekat dengan do’e karena beliau tinggal dengan kami sejak aku lahir. Aku cantumkan foto beliau bersama ibuku. Dok e bukan orang kaya, sama sekali bukan. Dokku perempuan sangat sederhana yang memiliki keinginan sederhana: menjadi istri dan ibu yang baik. Dok e menikah dengan nange dijodohkan. Ta'aruf adalah cara yang sangat lazim jaman dahulu: berkenalan, lalu kalau tampaknya kedua belah pihak setuju, maka segera dinikahkan. Yang menakjubkanku adalah begitu besarnya kecintaan, pengabdian, dan kesetiaan dok e kepada nang e - lelaki yang notabene bukan pilihannya - sampai akhir hayat.
Dok e adalah potret seorang ibu sederhana yang bekerja keras membanting tulang mendampingi suami karena tuntutan keadaan. Seorang ibu yang berjuang keras membesarkan enam orang anak dan cucunya, dengan tetesan darah dan keringat. Seorang istri dan ibu yang tidak ditinggali harta benda sama sekali kecuali bekal keimanan dan ketakwaan kepada Yang Maha Esa. Nang e juga bukan orang berada. Mereka berdua bekerja sebagai buruh tani yang bekerja pada persil ( tanah milik perhutani yang di tanami bermacam tanaman palawija bila tiba waktunya diganti dengan pohon jati dan sejenisnya, otomatis lahan itu harus di tinggalkan. . Ibuku sering bercerita bagaimana ketika mereka masih kecil-kecil, mereka hidup dengan sangat bahagia dalam keterbatasan. Makan telur ayam dadar harus dibagi rata untuk enam orang anak, masih enak kalau nasinya pakai nasi beras atau jagung, biasanya gaplek atau singkong. Kadang-kadang Dok e dan nang e bahkan tidak makan sama sekali, yang penting anak-anak makan. Puasa sunah bagi mereka adalah hal yang lazim. "Sambil menyelam minum air", sambil tidak ada uang, mengumpul amalan dengan puasa. Tetap saja, seingat ibuku, kehidupan keluarga mereka sangat bahagia, sangat romantis, penuh dengan canda tawa, penuh dengan tutur kata yang halus dan manis.
Semenjak kecil saya di asuh oleh Dok e dan Nang e, sedang ibuku merantau di kota Surabaya untuk membiayai sekolahku. Dan setiap bulan ibu mengirimkan uang kepada dok e untuk tambah biaya sekolahku. Aku banyak berhutang budi pada Dok e. Dok e adalah sosok yang tidak akan pernah terlupakan bagiku. Yang mengajariku berbagai macam kehidupan dan adat istiadat menjadi manusia yang berbudi luhur. Pesan Dok e yang tidak pernah aku lupakan adalah: "Di manapun berada jadilah orang yang jujur, karena jujur itu makmur dan mujur dan jangan lupakan sholat lima wktu dan bacalah ayat – ayat Al qur’an walaupun hanya satu ayat saja".
Walaupun kecil dulu aku masih suka ngambek gara-gara tidak diijinkan main segera setelah shalat karena harus mengaji, ternyata baru sekarang aku rasakan manfaat dari itu semua. Dan itu adalah hal yang tidak akan pernah kulupakan sampai akhir hayatku, hutang budi dan kenangan indahku tentang Dok e - tentang pengorbanan dan perjuangan seorang ibu yang patut menjadi contoh peran, tentang didikan dan kasih sayang seorang nenek kepada seorang cucu.. Terima kasih, Dok e.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar